Memanfaatkan kulit bangkai, tulangnya dan rambutnya

Yang dimaksudkan daripada pengharaman bangkai ialah pengharaman memakan dagingnya.

Adapun memanfaatkan kulitnya atau tanduknya ataupun tulangnya atau rambutnya tidak ada salahnya. Bahkan ia memang digalakkan, kerana barangnya boleh mendatangkan wang dan boleh dimanfaatkan oleh manusia, lantaran itu tidak patut disia-siakan begitu saja.

Ada suatu riwayat daripada Ibn Abbas: Sekali peristiwa ada orang yang menyedekahkan kepada jariah (hamba perempuan) Ummil Mukminin Maimunah dengan seekor kambing, lalu kambing itu mati dan dibuang. Kemudian datang Rasulullah, melihat kambing itu, lalu berkata: Mengapa kamu tidak mengambil kulitnya, kemudian kamu menyamaknya dan dapat memanfaatkannya? Baginda dijawab: Binatang itu adalah bangkai. Jawab Nabi pula: Hanya yang diharamkan itu ialah memakan dagingnya saja.

Rasulullah juga menunjukkan cara bagaimana hendak membersihkan kulit bangkai, iaitu dengan menyamaknya.

Baginda bersabda: Menyamak kulit binatang itu samalah dengan menyembelihnya. (Riwayat Abu Daud dan Nasai)

Yakni menyamak kulit binatang itu dalam segi pembersihannya adalah sama dengan menyembelihnya untuk menghalalkan binatang itu dimakan dan sebagainya.

Dan dalam riwayat lain: Menyamak kulit binatang itu dapat menghilangkan kotorannya. (Riwayat Hakim)

Yakni menjadikannya bersih dan suci.

Dalam Sahih Muslim dan di tempat lain juga, tersebut sabda Nabi yang lain: Kulit apa saja kalau sudah disamak, maka sungguh ia sudah menjadi suci. (Riwayat Muslim)

Hukumnya umum, yakni apa saja kulit, meskipun kulit anjing dan babi sekalipun. Kata (Pendapat) ini dikeluarkan oleh Ahluz-Zahir, yakni dipelopori oleh Daud az-Zahiri dan disebut juga oleh Abu Yusuf, pendukung Abu Hanifah serta diperteguhkan oleh as-Syaukani. (Kata kuat dari Imam Syafie bahawa yang demikian itu adalah haram seperti memakan dagingnya)

Suatu riwayat daripada Ummul Mukminin Saudah, dia berkata: Sekali peristiwa telah mati seekor kambing kita, lalu kami menyamak kulitnya, kemudian kami letakkan padanya korma agar dimaniskan air padanya, sehinggalah ia menjadi tempat simpan air yang kekal. (Riwayat al-Bukhari)

Sumber: Halal dan Haram dalam Islam, Yusuf al-Qardhawi

You cannot copy content of this page